Rabu, 02 Januari 2013

Bie (chapter two)


Chapter Two

         Aku naik kereta yang melalui selat inggris dari London ke Paris seharga 149 pundsterling. Dari stasiun aku naik metro menuju ke tempat aku menginap yaitu aloha hostel. Lokasinya dekat dengan metro dan eiffel tower. Aku memilih kamar ber-budget paling murah. Oh iya, kebetulan aku juga mengambil job dari majalah travellista untuk meng-explore tempat-tempat wisata terkenal di dunia. Yang aku ajukan pada majalah, tentu saja tentang keindahan perancis. Dan beruntungnya ideku disetujui dan diberi deadline 1 bulan. Lumayan sekali untuk tambahan biaya aku tinggal disini.
Setelah sampai dan check in di penginapan aku terfikir untuk mengirimkan email kepada reza miller, atau yang biasa ku sebut si coklat. Aku bilang dengan singkat kepadanya :

“Hey again. I’m on Paris right now. I heard that you’ll be perform tonight. Aku sangat senang jika bisa menyaksikan kalian lagiJ
Tak disangka sangka baru 5 menit, notifikasi untuk email yang baru masuk di handphone ku telah menyala lagi. Bukan main aku senangnya, ketika aku melihat millereza@gmail.com yang menjawab pesanku.
Wah kebetulan sekali. By the way, what brings you here? Iya kita memang sedang menetap di paris untuk beberapa waktu. Oh iya malam ini kita pun akan manggung di Le motel bar. Jam 8 malam kira-kira kita akan tampil. It’s a plesure to see you again”
Aku langsung cepat-cepat membalas lagi.

iya kebetulan aku juga ada job memotret di paris. Dan aku rasa aku bisa datang nanti malam. au revoir”

           Dari pandanganku, hampir semua orang yang mendengar kata “paris” akan membayangkannya sebagai kota yang memiliki cerita romantisme tiada akhir, industri-industri fashion paling terdepan, pemandangan kaum-kaum intelektual yang sedang minum kopi disetiap sudut café pinggir jalan, arsitektur klasik nan apik, ditambah sajian musik musik lembut yang biasanya berasal dari violin, tuba ataupun contra bass yang semakin membuat kota paris makin mempesona.
Agak sedikit bingung, kenapa band bergenre blues seperti a while menunjuk kota paris untuk tour pertamanya. Tapi yang aku tau dari fanpage nya, salah satu alasan kenapa mereka menetapkan paris sebagai tujuan pertama ialah karna akan diadakannya Festival Aulnay All Blues beberapa hari lagi disana, mungkin
a while juga akan ikut andil dalam festival itu pikirku.
Malam itu aku mengenakan setelan lace top dan trousers berwarna senada. Lalu dipadankan dengan flat ankle boots berwarna coklat muda. Tak lupa aku membawa kameraku. Sengaja untuk kali ini aku tidak membawa Nikon D800 ku dan lensa-lensanya yang berat. Aku hanya membawa Canon powershoot G1X . Aku tampil sebagus dan senyaman mungkin sebisaku. Lalu dari orang di penginapan aku diberitahu letak le motel bar,
dan tanpa banyak pikir aku pun langsung berangkat ke alamat yang ditunjukkan:     
8 Passage Josset  75011 Paris, France.
        Aku sampai disana pukul 07.30, tempat itu begitu crowded. Beberapa orang tampak seliweran dan aku celingukan mencari keberadaan band a while dan yang paling utama adalah si coklat, yang sampai beberapa menit aku duduk disana belum juga nampak. Aku mulai khawatir. Aku memesan segelas cocktail untuk menemaniku malam itu. Dalam duduk aku menunggu kehadiran mereka.
Lalu pada jam 08 lebih 15 menit, yang kutunggu tunggu akhirnya tiba juga.
Band a while pun di daulat maju keatas panggung untuk membawakan beberapa lagu-lagu bluesnya. Hanya berjarak 2 bangku dari tempat ku duduk, aku dapat melihat si coklat dengan rahang yang tegas dan raut wajah kecoklatan yang tersiram pendaran lampu ruangan.
Aku begitu sumringah, dan melontarkan tepuk tangan paling keras untuk lagu pertamanya. Ia pun sadar akan kehadiranku dan menoleh ke arahku sambil memberikan senyum kecil dari bibirnya yang tipis dan merah merekah. Rasanya aku sanggup meleleh saat itu juga.
Lagi-lagi pandanganku tak mau lalai darinya. Aku terpaku hingga lagu yang ketiga sekaligus terakhir dimainkan. Kemudian terdengar tepuk tangan panjang dari para pengunjung yang menunjukkan bahwa band mereka telah selesai performe.
Selang beberapa menit, aku pun memantapkan hati untuk mencari keberadaan si coklat di sekitar ruangan bar yang padat dengan orang lalu lalang. Aku ingin membangun percakapan lagi dengannya. Tapi dari kejauhan, aku melihat dia sedang asik mengobrol dengan personil band lain disalah satu sudut bar. Tak mungkin aku mendatanginya, tak cukup keberanian ku untuk dapat bisa seagresif itu.
Pandanganku beralih kepada seorang bartender yang daritadi sibuk mengolah dan meramu minuman pesanan para pengunjung. Tiba-tiba saja aku dapat ide yang lucu.
Aku mengambil sehelai tissue panjang yang agak tebal, kemudian merogoh tasku untuk mendapatkan pena yang selalu aku bawa jika berpergian, selanjutnya aku menuliskan beberapa kata pada tissue itu. Lalu aku mendatangi sang bartender dan bilang kepadanya :
“Sorry……..emm can you give this message to curly brown-haired man over there?Please…this is important, I’ll give you 5 euro” Pintaku sambil menunjuk si coklat yang sedang berdiri kira kira 10 meter di depanku.
“haha okey deal…but you have to wait ma’am”  Responnya sambil menuangkan minuman ke gelas-gelas pesanan pengunjung.
 “Merci” jawabku.
Beberapa menit kemudian bartender itu telah selesai dengan gelas-gelasnya, dan kemudian keluar dari meja-bar nya untuk mendatangi si coklat. Aku mengamati dengan resah, dan ingin cepat-cepat kabur dari situ. Entah mengapa pipiku terasa begitu merah dan takut dengan segala kemungkinan yang terjadi. Cepat-cepat aku berdiri, keluar dari ruangan, pergi ke sudut jalan dan memanggil taxi yang berada didekat situ untuk pulang menuju penginapan.
Samar-samar dalam gelapnya malam, aku menutupi jejakku dengan pesan diatas tissue yang aku tuliskan kepadanya :

Kamu seperti coklat.
Mengalirkan serotonin yang melimpah untuk aku.
Aku ketagihan coklat.
Dengan melihatmu, dapat meredakan kecanduanku.
Aku tunggu kamu lagi, hey bandar coklat. ’
Catch me kalau kamu sedang ingin difoto hehe: 0811-88888-78.
–Bie.

Pagi-pagi aku terbangun ketika handphone ku berbunyi menandakan ada pesan yang baru masuk. Aku lihat sekilas dan aku tak mengenal nomor pengirimnya.
“Bonjour. ayo berkeliling kota paris bersamaku. Aku sedang ingin difoto dan membagi bagikan coklat gratis hari ini. Itupun kalau kau mau”
Aku menepuk nepukan pipiku agar yakin bahwa ini bukanlah mimpi. Ini dari si coklat pujaan hatiku! Ini nyata! Cepat-cepat aku langsung meng-iyakan ajakannya. Dari saling bertukar pesan, kita sepakat untuk bertemu di eiffel tower. Sayangnya karena sedang bulan november, cuaca di paris sedang dingin-dinginnya. Hari itu mencapai  8o Celcius. Aku keluar dengan bermantel tebal,boots dan syal juga kupluk, tak lupa selalu sedia kamera. Apapun akan aku lakukan agar aku bisa dekat dengan miller. Ya, reza miller.

“hei za” aku memanggil dan menepuk bahunya dengan pelan dari belakang.
Ia menengok, dan balik menyapaku “hei kamu si penggila coklat haha pesan mu pada secarik tissue semalam benar-benar lucu. vhibie? Its that your name right?”
“yap, and you can call me just bie”
“okey, bie. Kamu mau kita jalan-jalan kemana? Aku pernah ke paris 3 tahun lalu, jadi aku sedikit tau tentang tempat-tempat disini. Tapi aku terserah kepadamu jika ada tempat yang ingin kamu kunjungi. So?”
Aku menjawab asal “good!i’m tottaly blind in here..oh….please bring me with you”
Ia lalu tertawa kecil mendengar responku dan sontak langsung menarik tanganku untuk mulai berjalan-jalan mengitari paris dengannya.
“kita naik trem ya” katanya sambil terus menggenggam tanganku.
Pipiku langsung merah, tapi tak dipungkiri aku senang bukan kepalang.
        Destinasi pertama kita adalah monumen kemenangan Perancis yang dibangun Napoleon pada 1806 atau biasa dikenal sebagai Arc de Triomphe yang berdiri di tengah area Place de l'Étoile, di ujung barat wilayah Champs-Élysées. Kami hanya melihat-lihat dan berfoto sebentar karena jadwal masuk ke arc de triomphe ada pada hari kamis. Selanjutnya kita naik metro ke Montmartre. Kita turun di stasiun metro anvers lalu jalan sedikit keatas bukit, melewati gang kecil dengan jejeran toko-toko souvenir, sampailah kita di pintu gerbang gereja Basilique du Sacre Coeur. Untuk mencapai gereja, aku dan si coklat berlomba menaiki anak tangga yang lumayan banyak dan melelahkan. Tapi semua terbayar saat kita memasuki gereja yang penuh dengan hawa sakral. Altar-altar, interior pada atap-atap gereja nan cantik juga suasana hening yang menyelimuti gereja menambahkan kesan tersendiri pada bangunan itu.
Setelah itu dengan random, si coklat mengajakku ke pemakaman di 16 rue de Repos arrondissment 9, namanya Le Pere de Lachaise. Setelah sampai pemakaman, kami membayar seharga 2 euro untuk bisa masuk. Entah kenapa suasana pemakaman ini sama sekali tidak mencekam buatku, malah kuburan disini nampak seperti karya seni. Patung-patung berbentuk wanita,pria memakai topi,tangan-tangan, makam berbentuk rumah juga batu-batu nisan yang besar dihiasi bunga-bunga mawar yang telah layu dan terkena air hujan. Ditambah lagi dengan dirimbuni oleh beberapa pohon yang daun nya jatuh berguguran, berserakan diatas pelataran makam seperti jajaran karpet yang mempersilahkan kita untuk masuk. Sungguh sangat indah buatku.
Si coklat pun menceritakan sesuatu kepadaku
“you know what, tanah pemakaman disini begitu beharga”
Aku menjawab “kenapa?”
“karna tanah-tanah ini berisi tubuh-tubuh musisi cerdas dan orang orang terkenal seperti penyanyi edith piaff, jim morrison, chopin, oscar wilde. Cool isnt ?”
Lalu aku bilang kepadanya “Somehow, ini tempat paling favorit dari beberapa tempat yang kita datangi tadi”
Kemudian si coklat balik bertanya “kenapa?”
“karena mengingatkanku….bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan. kita semua hanya menumpang di dunia ini. I mean… lihat batu-batu nisan itu, buatku itu bukan rumah kedua kita setelah mati, kita tidak benar-benar disana setelah kita mati kan? Bagiku itu hanya sebuah simbol. Kita akan melakukan perjalanan lagi setelah kita mati, ya tapi entah kemana”
“Wow, tottaly agree bie. By the way, hari udah semakin sore sepertinya kita harus kembali deh. Aku akan mengantarkanmu sampai penginapan, tapi sebelumnya kita ke eiffel tower lagi ya”
Aku pun setuju, lalu kami naik metro lagi menuju eiffel tower. Lampu-lampu jalanan mulai dinyalakan menyusul datangnya petang. Si coklat dan aku mengobrol sepanjang jalan tentang apa saja. Aneh, aku tidak pernah sedekat ini dengan seseorang selama hidupku (tentu saja terkecuali hanya ibuku). Si coklat sama sekali tidak terlihat risih dengan gaya bicaraku yang beda dari orang-orang kebanyakan. Malah sepertinya ia menikmati itu dan tertawa setiap aku merespon sesuatu dengan perbedaan persepsi yang menurutnya itu lucu. Aku benar-benar senang dengan sikapnya yang sedemikian itu dan dari percakapan kami, aku rasa dia juga mampu mengimbangiku. Aku merasakan keterhubungan antara pemikiran kami. Which is good.
Malam sekitar jam 7.30 kita baru sampai di eiffel tower. Aku dan si coklat mencari tempat duduk paling nyaman untuk bisa memandang indahnya cahaya lampu-lampu yang bertaburan dari salah satu tempat paling romantis yang ada di bumi ini.
Aku baru sadar, menara eiffel menampakkan wajah yang berbeda ketika malam. Ia tak layaknya seperti upik abu. Jika siang hari, hanya berupa tumpukkan tumpukkan besi yang disusun menjulang tinggi. Tetapi jika malam, berubah menjadi cantik karna didandani oleh kerlap kerlip lampu dan juga dihujani cahaya bintang-bintang malam yang membuatku sanggup tidak berkedip saat melihatnya. Untunglah malam ini cerah dan tak berawan.
Kami duduk, mengobrol, sambil makan burger dan capuccino panas  yang kami beli di salah satu restaurant kecil waktu di jalan menuju kesini. Such a quality time for me.
“za” aku memanggil si coklat.
“yap?”
Aku bilang “mari kita main pengakuan”
Dia setuju “boleh, siapa duluan?”
Aku pun menjawab “aku! aku yang tanya kamu duluan”
Lalu aku melanjutkan  “apa hal yang paling rahasia dari dirimu yang jarang kamu ungkapkan kepada orang?”
 Dia kemudian memastikan “hem…well, apa ini sesuatu yang jujur atau?”
 “ya, tentu saja harus jujur”
Kemudian dengan agak ragu dan terbata bata dia memulai ceritanya “okey…begini…aku sebenarnya hem…mungkin aneh kedengarannya…dan mungkin teman-temanku tak akan percaya…tapi..sebenarnya…hem you know, I’m still virgin. But please don’t tell anyone about this okey!”
Sontak aku langsung merasa ingin tertawa kencang “Ahahahahhahahahahahaha so what? Me too. Mungkin disini itu terdengar sangat aneh, tapi di Indonesia kita sangat menjaga ‘itu’ you know”
Ia pun kembali bertanya  “haaah…thank god…and how bout you?apa hal paling rahasia dalam dirimu?”
Sejenak aku terdiam.
Tapi aku ingin sekali menjawab pertanyaan itu.
Tangan si coklat melambai lambai di depan wajahku “hei…jangan melamun”
Aku kembali lagi bersuara dan mulai menjawab pertanyaannya “iya…kamu tau za, tidak ada hal rahasia dalam diriku. Karna aku tidak perlu merahasiakannya kepada orang. Ya…karna tidak ada orang yang mau dekat denganku kecuali ibuku”
        Lalu aku menceritakan tentang diriku, synesthesia yang aku derita, fotografi, perjalananku travell ke seluruh dunia, ibuku, kecuali rasa suka ku terhadapnya.
Karna sama saja aku menyatakan cinta jika aku beritahu itu.
Anehnya, si coklat sama sekali tidak terkejut dengan semua ceritaku.
 “waw you know what, youre too cool for me. I mean, emang apa salahnya jadi un-normal person? Aku suka sekali dengan caramu berbicara dan memandang sesuatu dari sudut pandangmu yang berbeda. Aku nyaman akan hal itu, dan aku rasa kamu harus bangga dengan semua itu. Ga semua orang punya pengalaman dan pemikiran seperti yang kamu punya, bie”

Kata-kata itu seperti hantaman besar buatku. Aku tak pernah menemukan orang yang memotivasiku sebesar ini. Kata-kata itu seperti menjadi titik balikku dan
menyadarkan aku tentang betapa aku harus bersyukur pada semua yang tuhan telah berikan kepadaku. Dari kaki-kaki menara eiffel ini, kita menghabiskan malam dengan segala cerita dan kehangatannya yang sanggup menenggelamkanku di lautan pasifik.
Dari 72200 hari yang telah aku lalui selama aku hidup, aku menetapkan hari itu sebagai hari paling menggembirakan buatku.

             Hari-hari berikutnya, banyak aku lalui dengan si coklat. Menonton bandnya manggung di bar-bar dan tempat nongkrong seperti Le montana, Le pix, Le truskel, dll. Pastinya juga ikut hadir di Festival Aulnay All Blues, aku senang musiknya dapat diapresiasi walaupun hanya mendapat tempat kecil disana. Selain itu, disela-sela jadwal manggungnya yang kosong, reza atau si coklat selalu menemaniku berkeliling paris untuk memotret berbagai panorama alam dan tempat-tempat wisata. Bahkan tak jarang juga kita menghabiskan weekend untuk jalan-jalan keluar kota paris.
Dari pergi ke Versailles melihat istana raja-ratu perancis jaman dahulu, lalu melancong ke Rocamadour-Occitan dimana terdapat ngarai dan tebing yang indah melalui anak sungai dari arus sungai dordogne. Kota ini juga merupakan rumah bagi peninggalan agama, dan diklaim sebagai tempat peristirahatan dari perawan maria. Hingga menyewa mobil dan berbekal peta setempat menuju pantai-pantai di Porto-Vecchio, menemukan pantai berpasir putih dengan air biru kehijauan yang indah dan tak lupa untuk mengunjungi kota Bonifacio yang mempesona.
Tak terasa sudah sebulan kita melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama-sama di Perancis. Setiap detik yang aku lewatkan bersama dengan si coklat, pasti selalu aku ceritakan ke ibuku. Ibuku pun tampak bahagia mendengarnya.
Pekerjaanku juga berlangsung dengan apik. Sesuai dengan deadline, foto foto keindahan Perancis dan berbagai sudutnya telah aku kirimkan ke majalah travellista, dan hasilnya mereka sangat menyukainya.
Aku pun mendapat bayaran yang sepadan dengan hasil kerja kerasku.
Karena senang akan hal itu, aku pun mengajak si coklat untuk makan malam di malam pergantian tahun bersamaku. Ya sekedar ingin merayakan, kali ini aku bilang kepadanya aku yang traktir.
            Tempat yang didaulat menjadi tujuan kami untuk makan malam ialah Les Deux Magots  yang berada di saint germain Paris. Kafe ini terkenal memiliki reputasi sebagai tempat pertemuan kaum elite sastra dan intelektual kota. Entah mengapa aku ingin terlihat berbeda malam ini. Aku pergi kesana dengan memakai dress hitam dari Gaudi, mirip seperti yang dikenakan di film breakfast at tiffany’s. Kalung batu safir warna biru pekat bertengger di leherku, dan sepasang heels hitam membalut kaki-kakiku. Rambutku yang hitam agak lebat dan ikal pada ujungnya, sengaja tidak aku ikat kali ini, aku biarkan tergerai menutupi bahuku. Setelah reserve, aku dan si coklat janjian bertemu di café jam 8 malam. Tak mau membuang waktu, aku pun lekas berangkat menuju café.

“wow…is that you bie? You look different today!” tanya si coklat yang terkaget kaget melihat penampilanku yang tak seperti biasanya.
Aku hanya tersenyum malu melihat responnya.
Kami makan malam bersama di café ditemani lampu-lampu warna-warni pinggir jalan kota paris, juga dibumbui alunan indah nada-nada yang terdengar dari pemain cello dan biola.  Aku memesan segelas machiato & penne pasta meat sauce kemudian Si coklat memesan secangkir latte & sirloin steak. Sepanjang waktu, kami pun duduk-duduk dan mengobrol sambil menunggu datangnya malam pergantian tahun. Suara terompet dimana-mana, gemericik kembang api yang sejak sore menghiasi gelapnya langit, ditambah kehadiran si coklat disampingku. Tak bisa aku pungkiri, ini merupakan salah satu malam terindah dalam hidupku.
Selang 30 menit sebelum jam 12, tiba-tiba raut wajah si coklat berubah serius.

“bie…. I want to ask you bout something”
Aku menjawab “hahaha now I feel so awkward. Kenapa nanya gitu? Ada apa za? Ngomong aja”
Dengan terbata-bata dia pun berusaha untuk mengatakan sesuatu.
“I don’t know…just…..em…you know…..i have no idea about this…fuuuh its so hard to say….em I just wanna ask, somehow…selama sebulan lebih kita bersama-sama, apakah kamu merasakan sesuatu bie?i mean kind of feeling”
Aku terdiam beberapa detik, lalu aku langsung to the point
“are you trying to say that you like me?”
Sekarang giliran si coklat yang terdiam dan terbengong bengong dengan peryataanku.
Aku mulai lagi pembicaraan itu
“za…come on…aku rasa kamu udah tau dari awal kalo aku tertarik sama kamu. Kamu fikir apa yang membuatku pergi dari london dan menetapkan tujuannku ke paris?”
Dia tidak menjawab. Hanya menggeleng geleng kepala berusaha mengisyaratkan bahwa dia tidak tahu.
Aku melanjutkan lagi “ ya kamu za… oke sounds crazy, tapi memang benar aku sudah suka denganmu sejak pandangan pertama. Sejak di Birmingham. Aku berusaha sekali untuk bisa dekat denganmu, aku fikir kamu sudah tau semua itu…dan sekarang kamu seperti ingin mengorek perasaanku padamu..haha itu menggelikan. Langsung saja to the point”
Senyum lebar dari bibirnya yang merah merekah pun mengembang, mata coklatnya memandangku dan terlihat sangat teduh, dia lalu mengusap usap kepalaku dan berkata “Kamu memang lucu sekali bi…sulit ditebak. Aku nyaman sekali berada di dekatmu. Kamu menarik, kamu menyenangkan, kamu mengajarkan aku banyak hal, duniaku jadi lebih indah jika aku melihat dari sudut pandangmu, aku jadi lebih hidup, aku berpetualang melalui kamu. Kamu adalah serpihan berlian di lautan lumpurku”
Aku tersenyum kecil. Lalu aku berkata pelan
“Dan kamu bintang paling terang yang menemani malam gelapku”
Tanpa sadar tiba-tiba saja ada yang mendarat halus dan lembut di bibirku. Membuat bibirku basah tapi terasa sangat manis, aku tersadar mataku dan mata si coklat sangat dekat, saling menatap. Matanya adalah salah satu ciptaan paling indah di muka bumi. Sedetik kemudian mata kami sama-sama terpejam, tenggelam dalam segala rasa dan menikmatinya. Ia masih terus mengulum dan merasakan tiap lekuk bibirku. Aku pun juga begitu, aku merasa dihujani surga saat ini dan terlalu larut untuk dapat melepaskan bibirnya.
Tak terasa, bunyi suara terompet dan kembang api telah di lepaskan dan bersaut-sautan diudara. Jalan-jalan dipenuhi orang-orang yang bersorai bergemuruh mengucapkan “happy new year”. Kami berdua menyudahi ciuman itu, dan ikut melebur dengan semua orang untuk menikmati perayaan pergantian tahun.
Sejak malam itu kami pun resmi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Ia mendekap pinggangku erat, kami berdua tersenyum, tertawa bersama dalam kegembiraan yang tercipta begitu saja.
Ya, seperti sosoknya yang hadir dalam hidupku begitu saja.
Sepeti hati kita yang dipersatukan begitu saja……

            Aku melewatkan hari-hariku di paris dengan bahagia. Aku bilang kepada ibuku, aku telah menemukan pujaan hatiku. Aku mau melangkah ke hubungan yang lebih serius dengan si coklat, suatu hari nanti jika tanggalnya pas aku akan pulang ke Indonesia dan membawa si coklat ikut serta denganku. Aku bercerita apa saja mengenai si coklat, dan tampaknya sekarang ibuku sudah mengurangi berbagai kekhawatirannya terhadapku. Ibuku senang mendengarku yang telah menemukan daambaan hatiku, ia ingin tahu dan beberapa kali minta dikirimi gambar atau foto dari si coklat. Tapi aku menolaknya, aku pikir akan jadi sesuatu yang seru jika sosoknya menjadi surprise saat aku ajak pulang ke Indonesia nanti.
            Tak terasa 2 bulan sudah aku menetap di paris. Si coklat masih disibukkan dengan kegiatan manggungnya di daratan Perancis, ia bilang sebentar lagi ia akan pergi menuju daratan Italia. Aku pun masih disibukkan dengan kegiatan memotretku, ya tentunya sekalian diselingi jalan-jalan. Mendengar rencana dari si coklat, aku berfikir mungkin akan sangat menyenangkan bila aku dapat ke itali dan berkunjung ke venince bersamanya. Namun entahlah, itu baru rencana.
Oh iya, akhir-akhir ini aku sering merasa diuntit oleh seseorang. Aku sering merasa diikuti oleh orang berpakaian serba hitam, aku jadi merasa sedikit tidak aman.
Aku juga bilang kepada ibuku akan hal itu, aku seperti sering melihat sosok hitam ketika dijalan aku menuju penginapan, merasa diintai dari jendela, merasa mendengar suara-suara jika malam. Perasaan itu semakin menjadi-jadi setiap hari.
                 Lalu puncaknya pada waktu malam hari, aku pergi ke swalayan dekat penginapan sendirian. Aku berjalan lewat gang-gang sempit, entah kenapa aku merasa bulu kudukku meremang. Sekelebat manusia berpakaian hitam seperti lewat di pengheliatanku, karna suasana gelap dan banyak lampu disekitar gang yang padam aku sulit melihat orang itu. Aku jalan dengan sedikit cepat, tapi sepertinya orang berpakaian hitam itu terus membuntutiku. Aku jalan semakin cepat, tetapi orang itu masih mengikutiku. Kemudian aku berlari, dan terus berlari sampai aku melihat jalanan depan penginapan. Beberapa detik setelah itu, yang aku lihat adalah gelap.
Entah karna terjatuh atau apa, aku merasakan tubuhku yang berbaring dan tak kuasa aku berusaha setengah mati untuk berdiri. Sekuat tenaga aku berusaha, tapi yang kemudian terjadi ialah aku ditelan gelap.
…..………..xxxxxxx……………..

           Aku membuka mata, yang kulihat pertama kali adalah kakak-ku Nathan yang duduk disampingku sementara aku berbaring di kasur putih suatu ruangan yang tidak aku kenali. Ada banyak selang di tubuhku dan aku merasa banyak cairan yang disumpalkan untuk mengalir dalam darahku.
“nat ini dimana?aku kenapa?” itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulutku lirih.
Kakakku nathan yang tadinya terlihat mengantuk langsung terjaga ketika melihatku bangun “wah kamu udah sadar! udah kamu istirahat dulu biar aku panggilkan mama dan suster ya”
“ha?mama?mama disini?nat! please jawab pertanyaan aku”
“iya bi, kamu sekarang ada di rumah sakit Assistance Publique Hôpitaux de Pariskamu tiba-tiba saja tidak sadarkan diri kurang lebih 3 hari lalu. Orang-orang di penginapan kamu lah yang menghubungi kami. Malam itu juga aku langsung kesini, mama langsung terbang dari indonesia, stefany dan papa akan menyusul karna mereka sedang ada beberapa urusan yang harus dibereskan dulu. Kamu sedang tidak sehat, jadi aku mohon istirahatlah dulu” jelas nathan.
Aku langsung bertanya “aku sakit apa nat?kenapa sepertinya buruk”
Nat terdiam, lalu aku kembali memanggilnya “nat!”
Dia pun hanya menjawab “sedang diperiksa dan diobservasi. Kita semua berharap kamu gak apa-apa. Udah kamu istirahat lagi bi”.
Aku meng-iyakan suruhan nat, entah kenapa kepalaku rasanya berat sekali. Aku melihat jam disudut ruangan yang menunjukkan jam 11 malam. Sementara nat sedang keluar ruangan, aku berusaha memejamkan mataku sejenak. Nyaman yang aku rasakan bila mata ini terpejam. Pandanganku menjadi kabur lagi, hanya warna abu abu yang ada di depanku, samar-samar aku melihat kaki mama,nat dan seorang suster perancis yang melebur masuk ke dalam ruangan, selanjutnya aku tidak ingat lagi dan kembali tertidur lama.
         Tiba-tiba saja datang terang. Aku dapat merasakan kelopak mataku yang membuka perlahan. Aku ingat, aku sedang berbaring di rumah sakit. Ruangan tempatku dirawat cukup luas, setidaknya ada banyak sofa, kamar mandi sendiri, kulkas, karpet, aku rasa ini adalah salah satu ruang VIP nya. Tadinya aku ingin bersuara, tetapi aku kaget melihat semua anggota keluargaku lengkap sedang duduk berdiskusi di jajaran sofa-sofa dekat pintu yang berjarak 10 langkah dari ranjang tempat aku berbaring. Ada ibuku, ayahku, nathan, stefanny, dan juga dean calon kakak iparku. Aku rasa mereka tidak sadar kalau aku sudah terjaga kembali. Kuurungkan niatku untuk bersuara. Sepertinya sedang ada pembicaraan penting dan aku hanya mengamati, mendengarkan kata demi kata yang mereka ucapkan….

Mama : “Dokter telah melakukan pemeriksaan Lumbar puncture atau pemeriksaan cairan selaput otak. Dia telah mengambil sampel cairan serebrospinal (CSF) yaitu cairan yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang. CSF diperiksa di laboratorium medis. Dan hasilnya….”
Papa : “Bagaimana?”
Mama: “hasilnya…….haaah aku tidak mampu mengatakannya”
Nathan : “ma, mereka harus tau”
Mama: “okey okey. Begini, bie menderita meningitis atau peradangan selaput otak, dari diagnosa diperkirakan ini karena suatu bakteri…entahlah dari faktor makanan atau apa..tapi itulah sebabnya mengapa ia sering pingsan dan tidak sadarkan diri”
Stefanny : “apa parah?”
Mama : “……..”
Mama: “ini dapat menyebabkan kerusakan organ atau bahkan kematian…hhh aku tak sanggup lagi”
Steffany : “Ya tuhan…..”
Nathan : “oh iya ada satu hal lagi”
Mama : “nat!sudahlah!”
Nathan : “ma….memang kalo aku ga kasih tau mereka itu bakalan mempermudah keadaan?mereka baru datang dari Jakarta, kita yang sudah berhari-hari disini dan tau keadaan bie sebenarnya harusnya kasih tau mereka, mereka berhak tau”
Papa : “sudah sudah…tidak perlu ada yang harus di tutup tutupi, ayo nat ada apa?ceritakan pada kami”
Nathan : “Aku baru tau semuanya waktu 2 hari lalu aku membereskan barang-barangnya di penginapan tempatnya menetap di Paris. Ada beberapa hal yang terlihat ganjil yang aku dapatkan. Antara lain :
1.      Ternyata bie punya 2 handphone, tidak ada dari kita yang tau akan hal itu kan? Dan ia sering mengirimkan pesan dari  ponsel satu ke ponsel yang satunya lagi. Pesan-pesannya seperti 2 orang sedang bercakap-cakap, padahal dua duanya adalah handphone miliknya sendiri. Entah mengapa ia melakukan hal itu.
2.      Kemudian aku iseng memeriksa leptopnya. Yang aku lihat dia punya banyak akun email. Dan sama dengan handphone nya, ia sering mengirimkan pesan dari akun email yg satu ke satunya lagi. Which is kind of weird right?
3.      Lalu aku makin penasaran dan memeriksa hasil foto di kameranya. Selain foto-foto objek pemandangan, yang aku dapatkan hanya foto-foto diri nya sendiri. Tak ada foto orang lain sama sekali. Aku beranalisa itu tidak mungkin, karna selama ini bie bilang ia tinggal di paris karena menemukan kekasih hatinya yang bernama reza, dan menghabiskan waktu tiap hari bersamanya. Tidak mungkin ia tidak meninggalkan jejak disana.
4.      Aku bercakap-cakap dengan orang di penginapan bie, orang-orang disana bilang setiap harinya bie selalu terlihat mengobrol dan berbincang dengan seseorang. Tetapi tidak ada satu sosok pun di dekatnya. Ia sering tertawa sendiri, marah-marah sendiri bahkan ia sering ketakutan seperti dihantui oleh sesuatu. Mama juga tau kan bi pernah bilang ia seperti merasa dibuntuti oleh seseorang? Padahal orang-orang bilang selama ini bi hanya sendirian.
5.      Yang terakhir aku mencari tau tentang band kekasihnya yang ia sering sebut sebut yaitu a while. Aku browsing, aku tanya semua temanku yang punya band blues ataupun suka musik blues, aku datangi bar-bar diparis untuk mendapatkan informasi tentang itu. Ternyata memang ada. Tetapi yang mengagetkan adalah, band itu tak pernah punya bassist bernama reza miller yang keturunan indo-inggris. Bassist mereka negro, bahkan namanya pun ghandi. Aku tak menemukan reza miller dimana-mana.
Aku benar-benar tak percaya akan semua kenyataan itu. Tapi aku, mama, dan dokter telah mendiskusikan akan hal ini. Dokter bilang, dari semua gejala yang ditunjukkan, sepertinya ia juga menderita Schizophrenia. Memang tidak ada pengujian pasti untuk mediagnosa penyakit itu. Tapi dari tanda tanda psikosis itu semua memang telah menunjukkannya. Ia mengalami halusinsi, khayalan, bahkan paranoid. Dokter bilang mungkin ini karena tekanan dari lingkungan dan ketidakmampuan untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Ya selama ini kita semua tahu kan….synesthesia”
Steffany : “jadi….jadi selama ini……reza…alias si coklat itu….semua cuma khayalan nya bie?”

           Hatiku bergemuruh mendengar semua percakapan itu. Tidak, mereka tidak mengerti. Aku merasa tidak sakit, dokter pasti salah mendiagnosa. Lagipula memangnya dokter itu siapa?tuhan? dadaku seperti sangat sesak, satu demi satu air mataku jatuh menetesi pipi, ada hal yang menurutku salah. Tiba-tiba saja lidahku menegang, pita-pita suaraku seperti ingin meledak, tak dapat menahannya sejurus kemudian aku berteriak dengan amat kencang
“Enggaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!kalian semua bohong!!aku ga sakit!reza itu pacarku!!kalian dibodohi Nathan! dasar dungu!”
Serentak mereka semua menengok ke arahku. Mereka kaget, dan berbondong bondong mendatangiku.
Papa tertegun “astaga vhibie…”
 “cepat panggil suster” suruh stef kepada nat dan dean yang langsung menghambur ke luar ruangan.
Aku melihat tangis sedih dan rona cemas di mata ibuku, ia langsung menghampiriku “bie..liat mama liat mama, kamu gaboleh teriak teriak gitu kamu harus istirahat sayang nanti kamu makin sakit”
Aku masih meraung dan menangis “enggaaaaaaa!! gamau! aku mau reza! panggilin reza ma panggil! Aku butuh dia! Semua orang disini jahat cuma dia yang baik”
Mama masih berusaha menenangkanku “iya sayang iyaaa, nanti ya…nanti mama pasti hubungin dia, dia pasti dateng sayang”
Aku berteriak, meraung, menjerit sebisaku. Hingga dokter datang dan memberikanku suntikan penenang aku masih saja mencoba untuk berontak. Aku benci berada di antara orang-orang apatis ini. Aku berusaha bangun, aku mau bertemu dengan si coklat pujaan hatiku. Aku ingin bawa ia kemari, membuktikan bahwa aku realistis, membuktikan ke eksistensian-nya agar semua orang tidak menganggap aku sakit jiwa. Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah hanya aku satu-satunya orang yang pemikirannya tidak chaos, steril, dan kaya akan banyak hal. Sebelum tanya itu terjawab, aku sudah diborgol lagi oleh kegelapan…
           Hari hari berikutnya aku lalui di rumah sakit. Ketika aku bangun dan terjaga, aku lebih banyak menghabiskan dalam diam. Aku tak mau berbicara dengan siapa pun kecuali ibuku. Aku menyuruh semua orang menghubungi si coklat, tetapi aku tau tidak ada yang benar-benar menghubunginya. Karna itulah aku mogok makan. Alasan lain adalah karena aku terus saja memuntahkan semua isi perutku, aku selalu mual dan merasa pusing. Lantas tubuhku jadi semakin kurus kering karena tak ada pasokan makanan yang masuk melalui mulutku. Ibuku bilang setelah beberapa treatment aku akan menjalani operasi besar. Entah kenapa aku tak mau dengar kata ‘operasi’, itu semua menimbulkan ketakutan yang amat sangat besar. Jika kumat, aku akan berteriak-teriak dan diakhiri dengan kejang-kejang hebat yang kemudian ditangani dengan obat penenang oleh dokter. Aku muak! Aku frustasi dengan semua itu, dengan perasaan-perasaan takut yang datang menghantuiku bersama gelap, dengan semua treatment & pengobatan yang menyakitkan, dan yang paling utama adalah dengan kecemasan akan kehadiran si coklat yang terus aku nantikan tiap waktu.
Aku ingin dia. Aku kangen dia. Aku butuh dia!
             Hari ke 20 aku dirumah sakit, siang hari aku berjalan-jalan dituntun suster disekitar taman. Kemudian aku duduk sendirian disebuah bangku dibawah pohon rindang, dan menolak untuk di temani suster. Ketika sudah beberapa menit aku duduk di tempat itu sendirian, aku merasakan ada seseorang laki-laki yang berjalan mendekat kepadaku.
Aku mendongakan wajahku untuk dapat melihat laki-laki itu. Sepertinya sosoknya familiar dan aku dapat mengenalinya. Aku kaget begitu aku melihat bening kecoklatan di matanya.
“Rezaa?”
Dia menyunggingkan senyumnya, mengelus-elus pipiku lalu ikut duduk disampingku.
Aku tak kuasa menahan semua pertanyaan yang muncul di kepalaku
“Kamu kemana aja? Kenapa kamu baru kesini? Dimana kamu waktu aku butuh kamu za?
“shhh itu ga penting sekarang, yang penting aku udah disini kan sama kamu” hanya itu jawaban dari si coklat. Entah kenapa aku juga tak marah dengan semua itu.
Si coklat kembali bertanya “kamu gimana keadaannya, bie?”
Aku menjawab singkat “buruk”
“apa ada sesuatu yang kau rasakan dan ingin kau beritaukan kepadaku bie? Aku tau kamu tertekan disini”
Tiba-tiba mata ku basah, air mata yang perlahan turun membasahinya. Seperti hujan yang kecil dalam rintiknya.
Sambil mengusap air mataku, aku bersuara pelan “I don’t know za..i don’t even feel it. Dokter menetapkan aku terkena beberapa penyakit. Tapi aku bahkan tidak merasa sedang sakit. Yang aku rasakan adalah cuma rasa takut,entah apa tapi itu terus saja menghantuiku. Aku kangen za…aku kangen duniaku yang ada kamu nya”
      Lagi-lagi si coklat hanya tersenyum kecil.
Ia memandangku lekat dan berkata  “come with me….kita akan pergi bersama”
“kemana?”
“ke tempat yang kamu bilang, cuma ada kamu dan aku nya”
“maksud kamu? Aku mau sekali za tapi ga hari ini, please….wait for me, and don’t leave me alone”
“iya, aku akan tunggu sampai kamu siap. Tenang bie, aku akan selalu ada buatmu. kamu dan aku itu satu”
Aku langsung mendekapnya erat. Aku tak mau kehilangan dia lagi. Aku mengajaknya bertemu dengan keluargaku, tapi ia bilang belum waktunya. Aku tidak bisa memaksanya, kami pun lanjut mengobrol di bangku itu. Ketika tiba-tiba suster rumah sakit mendatangiku dan mengajakku untuk naik lagi ke kamarku, aku langsung marah-marah. Aku bilang ia tidak menghargai karna aku sedang mengobrol dengan kekasihku. Tapi ia ngotot bahwa dari tadi aku hanya sendirian. Begitu aku menengok, benar saja si coklat sudah pergi dari tempat itu. Lagi lagi aku tak punya pembelaan, lagi-lagi ia menghilang dari sisiku, lagi-lagi aku dibiarkan kesepian.

                   Sehari sebelum operasi besar, kumatku makin parah. Aku menggigil, aku berteriak teriak mau pergi dari situ, aku meraung menginginkan si coklat berada di sisiku. Aku tak sanggup menahan semua perasaan ini. Aku ingin cepat-cepat meledak saja rasanya. Setelah beberapa jam, akhirnya aku kembali ke keadaan normal dan tidak mengamuk lagi. Tetapi entah mengapa, hanya perasaan lemas dan kosong yang aku rasakan. Disaat saat itu, ibu mendatangiku
“bie….sayang…kamu mau apa?”
Aku hanya berkata pelan “aku cuma mau reza ma….kenapa semua orang tidak bisa menemukan dia”
Ibuku berurai air mata, ia berusaha menghapusnya, lalu ia berbicara lagi
“iya sayang.. kita sedang berusaha mencari..kamu yang sabar ya”
Aku menjawab “mama tau ga, beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya di taman rumah sakit..dia bilang, dia mau mengajakku pergi ma”
Ibuku hanya bertanya pelan “kemana sayang?”
“ke tempat yang cuma ada aku dan dia, ma…indah banget kan ya ma?”
Lalu ibukku tembali terisak, aku melihat sapu tangan yang ia bawa kemana-mana sekarang sudah menjadi gumpalan kain yang basah.
Aku kembali melanjutkan “ma…kenapa dari dulu semua orang selalu aja ga percaya sama yang bie bilang ma?bie cuma dianggap gila, padahal bie hanya menyampaikan apa yang bie rasakan”
Dengan lembut, tegas, dan tanpa bulir air mata yang menetes, ibuku berkata
“ bie..kita selalu percaya dengan apa yang kamu bilang, dengan apa yang kamu rasakan…kita hanya iri dengan duniamu yang berwarna-warni, dengan keberanian dan bakatmu yang bisa membawa kamu melihat setengah isi bumi ini…kita semua sayang sama kamu bie, kamu harus tau itu”
Dan sekarang giliran aku yang kembali meneteskan air mata
“tapi ma…bie udah capek..”

Mama terdiam, kemudian menghapus air mata yang menetes di pipiku, dan lalu ia  mengusap-usap dahiku pelan.
          Aku pun menikmati setiap usapan lembutnya. Aku merasa relaks, dan nyaman sekali. Kemudian aku memejamkan mataku yang sedikit terasa berat. Tak lagi aku rasakan kosong, hatiku seperti telah dicharge penuh. Tak lagi aku rasakan takut, yang aku rasakan hanya damai yang tak berkesudahan. Sulit aku gambarkan, tapi aku tak lagi merasakan gelap yang menenggelamkan. Aku melihat terang, tidak menyilaukan tapi terang yang sangat sakral. Lalu ada tangan-tangan kecil yang membantuku naik, aku meraih tangan-tangan itu dan aku seperti merasa terbang melayang.
Rasa terdamai yang pernah aku rasakan. Aku tidak sadar, ternyata aku memang benar-benar telah terbang ketika aku melihat tubuhku di ranjang rumah sakit yang telah aku tinggalkan. Disana ada banyak orang yang berusaha membangunkanku, tetapi ada satu wajah paling indah yang aku lihat disana. Ya, wajah ibuku.
Aku lega ia sama sekali tidak terlihat sedih, malah seperti meng-iklhaskan aku pergi. Kemudian aku menoleh keatas, aku kaget ketika aku melihat si coklat dengan wajah yang lebih tampan dan rupawan berada di dekatku sekarang. Ia menjemputku, memasukkan jari-jarinya diantara relung jari-jariku, menggenggamnya erat.
 Ia lalu tersenyum kecil, menarikku dari tempat itu untuk membawaku pergi.
Ya, pergi ke dunia yang hanya ada aku dan dia.


that's the ending of Biethank you so much buat yg udah baca, 
ditunggu kritiknya :*

3 komentar:

  1. Salam...singgah sini...berbagi cerita disini...jangan lupa singgah balik yeahhh.@_@

    BalasHapus
  2. sumpah keren,,, tragic was always the sweatest ending.. dan gw kangen mama.... huhu

    BalasHapus
  3. Waktu...buat gw si kreator ngabisin waktu banyak untuk ngeplot settingan cerita ini, salut. Di sisi lain udah perlu editor kayaknya adikku ini...hehehehe.

    BalasHapus